top of page

DESI ELA PUTRI ANGGRAINI

Memento Mori

  • Writer: Desi Ela Putri Anggraini
    Desi Ela Putri Anggraini
  • Feb 8, 2020
  • 3 min read

Updated: Feb 11, 2020

Pernah mendengar tentang Memento mori? Sebuah frasa asing bagi sebagian orang termasuk saya. Tidak banyak yang saya tahu tentang frasa ini, sebelum pencarian saya pada sebuah artikel yang ditulis epik oleh Abdu Rozaqi berjudul “Memento Mori (Ingat Kita Pasti Akan Mati)” https://www.kompasiana.com/abdurozaqi/memento-mori-ingat-kita-pasti-akan-mati. Membacai memento mori versi bang Abdu menggiring interpretasi lain untuk menumpahkan pikiran saya tentang kematian. Mengutip tema yang sama, saya mencoba menulis versi berbeda tentang memento mori ini.


By Google.com

"Memento Mori" sebuah ungkapan bahasa latin yang jika diterjemahkan secara harfiah berarti “Mengingat Kematian”. Saya mengutip ini, karena tertarik dengan keunikan bahasa yang menyimpan arti cukup dalam. Frasa ini pun yang secara filosifis bisa dikatakan bersifat universal melampaui batasan sekat² ajaran agama manapun. Tak kurang dari inti ajaran agama dalam Islam, agama yang saya anut sejak lahir pun mengajarkan umatnya untuk selalu mengingat tentang kematian, seperti yang termaktub pada kitab universal (Alquran), “Apabila telah tiba waktunya yang ditentukan bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak pula mendahulukannya” (QS An Nahl : 61). Bahwa kematian seseorang telah ditetapkan adanya.


Tak hanya memento mori (sebuah teori kematian yang muncul di era klasik Plato, Socrates, hingga di era Abad Pertengahan Eropa), hal senadapun dikenal pula oleh orang-orang jawa pada pepatahnya yang membahas tentang kehidupan kekal setelah kematian. Sebuah ungkapan yang bernada "Urip iku mung mampir ngombe" (hidup ini hanya berhenti untuk mampir minum), ungkapan yang tak jauh lebih dahsyat dengan segala interpretasinya terhadap kehidupan setelah kematian. Diibaratkan seperti orang yang berhenti sejenak untuk minum, sebelum melanjutkan perjalanannya kembali. Waktu yang diperlukan untuk sekedar meneguk minum itulah, waktu hidup kita di alam dunia, sementara perjalanan keseluruhannya adalah waktu yang kita tempuh dalam laku untuk kembali ke sumber asal ruh kita (akhirat).


Sedikit berat memang jika membahas tentang kematian, namun tak ada salahnya jika mengasah dan menafkahi kepekaan batin tentang ajaran tasawuf kematian ini, yang sudah seharusnya kita pahami sebagai umat yang beragama (maaf tanpa sedikit mengurangi rasa hormat saya terhadap pihak-pihak tertentu yang kurang berkenan). Keluar dari koridor, saya merelevansikan hal ini dengan lagu religi yang saban jumat diputar di kantor tempat saya mengumpulkan pundi. Tema religi menjadi tema dasar musik setiap jumat. Masih dengan benang merah yang sama, sebuah relevansi antara musik religi dengan topik kematian. Tentang syair lagu milik penyanyi Opick “Bila Waktu Tlah Berakhir”. Tepat dihari jumat 7 Februari 2020, lagu ini terlantun sayup dengan nada mendayu sekaligus diimbangi dengan lirik yang dalam pula, cukup menggungah hati saya tentang kematian yang begitu dekat dan pengalaman kematian yang cukup jadi pengingat diri.


Sebuah lagu dengan judul "Bila Waktu Tlah Berakhir" ditulis dengan lirik begitu dalam, saya selalu mengingat lagu ini berbarengan dengan ucapan innalilahi wa innailaihi roji'un yang saya ucapkan setiap kali orang² terdekat ataupun dalam lingkar saya satu persatu dipanggil terlebih dahulu. Boleh dibilang lagu inilah yang saya jadikan memento mori kekinian saya, setidaknya untuk saat ini. Lagu yang seyogyanya memiliki interpretasi yang berbeda pada setiap masing-masing individu.

Bila Waktu Tlah Berakhir

Opick


Bagaimana kau merasa bangga akan dunia yang sementara bagai manakah bila semua hilang dan pergi meninggalkan diri mu

bagimanakah bila saat nya waktu terhenti tak kau sadari masikah ada jalan bagi mu untuk kembali mengulang ke masa lalu

dunia....di penuhi dengan hiasan semua..dan sgala yang ada akan kembali pada nya bila waktu tlah memanggil teman sejati hanyalah amal bila waktu tlah terhenti teman sejati tinggalah sepi...


Lirik yang menyiratkan tentang pengkiasan orang² meninggal seperti daun² layu yang berguguran, tentang bagaimana menghadapi peristiwa kematian selayaknya peristiwa berakhirnya kehidupan di dunia. Tentang kehidupan yang tak dapat di prediksi secara tepat dan akurat. Sungguh, memaknai lagu ini secara dalam seyogyanya bisa menjadikan pengingat diri. Bagaimana tidak, saya mencari tahu memento mori dalam relevansi di kehidupan keseharian saya dan terkartasis dalam lirik lagu ini. Terima kasih atas lirik yang disuguhkan Opick.


Comentarios


bottom of page